Serikat Pekerja Kampus adalah Serikat pekerja yang mewadahi pekerja di bidang/sektor pendidikan tinggi

IKUTI KAMI:

Alamat SPK

Mari bergabung, atau tetap terhubung dengan kami untuk memperjuangkan nasib pekerja kampus.

shape
shape

SIARAN PERS: Serikat Pekerja Kampus Gelar Diskusi Kelompok Terarah, Rumuskan Parameter Penghasilan Layak dan Basis Kesejahteraan Pekerja Kampus

  • Beranda
  • SIARAN PERS: Serikat Pekerja Kampus Gelar Diskusi Kelompok Terarah, Rumuskan Parameter Penghasilan Layak dan Basis Kesejahteraan Pekerja Kampus
Post Image

SIARAN PERS: Serikat Pekerja Kampus Gelar Diskusi Kelompok Terarah, Rumuskan Parameter Penghasilan Layak dan Basis Kesejahteraan Pekerja Kampus

Serikat Pekerja Kampus (SPK) menggelar diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) untuk merumuskan parameter penghasilan layak dan basis kesejahteraan pekerja kampus di Jakarta pada Senin, 23 Juni 2025. Urgensi kegiatan ini lahir dari kebutuhan mendesak untuk menjawab berbagai permasalahan di atas melalui kajian mendalam dan lintas disiplin.

Pemerintah memang telah menggunakan formula berbasis inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam penentuan upah minimum, tetapi hasilnya masih dipandang belum memenuhi ekspektasi kesejahteraan pekerja, terutama pasca ditetapkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.

Perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan seharusnya menjadi teladan dalam pemenuhan hak-hak dan kesejahteraan pekerjanya. Namun, realitas menunjukkan masih banyak pekerja kampus yang menghadapi masalah upah murah dan kesejahteraan. Kondisi ini jelas bertentangan dengan hak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Ketua Umum Serikat Pekerja Kampus, Dhia Al-Uyun menyampaikan:

"Diskusi kelompok terarah ini menyasar metode perhitungan upah layak. Melalui riset-riset ini, Serikat Pekerja Kampus berharap kedepan dosen bisa mendapatkan kesejahteraan yang layak sebagaimana tujuan UU Sisdiknas yakni mewujudkan pendidikan yang bermartabat."

"Dosen itu ada dalam hubungan kerja, untuk itu dia bukan objek pendidikan. Dosen berhak menentukan nasib hubungan kerja yang dijalani. Sistem kerja selama ini meminggirkan dosen, tenaga kependidikan dan pekerja kampus, karena itu Serikat Pekerja Kampus menggagas metode yang progresif untuk menghitung upah layak."

Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Kampus, Hariati Sinaga menyampaikan:

“Persoalan pengupahan di Indonesia memiliki berbagai masalah, yang utamanya menggambarkan 'politik upah murah'. Salah satunya adalah tidak digunakannya lagi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai dasar perumusan upah minimum, khususnya sejak dikeluarkannya aturan PP No. 78/2015 tentang Pengupahan. Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 membuka potensi untuk merumuskan kembali indikator KHL, meski tidak semua dimensi diakui. Selain itu, belum ada perumusan upah minimum untuk sektor pendidikan.”

“Focus group discussion yang diselenggarakan oleh Serikat Pekerja Kampus pada tanggal 23 Juni 2025 bertujuan untuk mendapatkan masukan dari berbagai ahli terkait kedua hal. Pertama, mendapatkan masukan mengenai metode dalam perumusan upah minimum yang mencukupi kebutuhan hidup layak. Kedua, mendapat masukan mengenai metode perumusan upah minimum berbasis kesejahteraan pekerja kampus (sektoral).”

“Focus group discussion ini merupakan salah satu langkah penting yang dilakukan Serikat Pekerja Kampus sehubungan riset tentang upah yang saat ini sedang dilakukan dan kedepannya akan menjadi aktivitas rutin Serikat Pekerja Kampus sebagai basis advokasi kesejahteraan pekerja kampus.”

Sementara itu, Peneliti dan Akademisi dari Serikat Pekerja Kampus, Rizma Afian Azhiim menyampaikan:

"Kegiatan diskusi kelompok terarah ini bertujuan memperoleh gambaran menyeluruh terkait ragam metode penentuan perhitungan upah minimum yang mampu memenuhi kebutuhan hidup layak, termasuk metode perhitungan, komponen, serta komoditas Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan atau metode penyesuaian upah minimum yang mengintegrasikan indeksasi otomatis berbasis formula ekonomi serta Kebutuhan Hidup Layak."

Rizma Afian Azhiim yang menjadi Ketua Tim Riset diskusi kelompok terarah ini menambahkan, dari kegiatan ini diharapkan dapat memperoleh gambaran menyeluruh terkait ragam metode penentuan/perhitungan basis kesejahteraan pekerja kampus, termasuk namun tidak terbatas pada upah minimum sektor pendidikan tinggi pada tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota;dan struktur dan skala pengupahan perguruan tinggi.

Urgensi Parameter Basis Kesejahteraan Pekerja Kampus

Setelah sistem indeksasi otomatis diberlakukan selama kurang lebih lima tahun, transformasi sistem pengupahan yang dilakukan oleh Pemerintah kemudian dilanjutkan dengan mengurangi jenis upah minimum. Fase terakhir sistem pengupahan nasional pra-indeksasi otomatis atau sebelum tahun 2015 mengatur empat jenis upah minimum, yaitu: 
(1) Upah minimum provinsi (UMP); 
(2) Upah minimum kabupaten/kota (UMK); 
(3) Upah minimum sektoral provinsi (UMSP); dan 
(4) Upah minimum sektoral Kabupaten (UMSK) (Permenakertrans No. 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum).

Setelah PP 78/2015 ditetapkan, keempat jenis upah minimum masih dipertahankan, terutama dengan catatan bahwa upah minimum sektoral, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota harus memiliki nilai yang lebih besar dari upah minimum provinsi atau kota/kabupaten (Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan). Namun, ketika UU Ciptaker dan PP 36/2021 ditetapkan upah minimum sektoral kemudian dihapuskan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan.

Penghapusan upah minimum sektoral dalam Undang-undang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan tidak menghentikan penetapan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).

Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025 (Permenaker 16/2024). Regulasi tersebut mewajibkan gubernur untuk menetapkan UMSP berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan provinsi, dan memberikan kewenangan gubernur untuk dapat menetapkan UMSK berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan kabupaten/kota (Permenaker No. 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025, Pasal 7).

Terbitnya pengaturan terkait upah minimum sektoral melalui Permenaker 16/2024 didasarkan pada pertimbangan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, sehingga perlu dilakukan penyesuaian mengenai penetapan upah minimum tahun 2025 (Konsideran Menimbang butir b.Permenaker No. 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025). Pasca diterbitkannya Permenaker 16/2024, kemudian dilakukan penyesuaian terhadap mekanisme penetapan upah minimum di berbagai daerah.

Berdasarkan beberapa contoh penetapan upah minimum sektoral, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, klasifikasi dalam penetapan upah minimum sektoral cukup beragam. Provinsi DKI Jakarta dan Kepulauan Riau menetapkan UMSP berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Metode klasifikasi serupa juga digunakan Jawa Tengah untuk menetapkan UMSK Kabupaten Jepara dan Kota Semarang. Sementara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tidak secara spesifik menggunakan KBLI sebagai basis klasifikasi sektoral dalam penetapan UMSK, misalnya UMSK Padat Karya Multinasional Company di Kabupaten Subang, Kabupaten Garut, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor,dan UMSK kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat.

Pendidikan tinggi merupakan salah satu bidang usaha yang tercatat dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Artinya, pendidikan tinggi telah diklasifikasikan sebagai aktivitas/kegiatan ekonomi Indonesia yang menghasilkan produk/output, baik berupa barang maupun jasa, berdasarkan lapangan usaha (Peraturan BPS No. 2 Tahun 2020 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, Pasal 1.

Adapun kode KBLI untuk pendidikan tinggi mencakup: 85311 untuk pendidikan tinggi akademik pemerintah; 85312 untuk pendidikan tinggi vokasi dan profesi pemerintah; 85321 untuk pendidikan tinggi akademi swasta; 85321 untuk pendidikan tinggi vokasi dan profesi swasta; 85331 untuk pendidikan tinggi keagamaan pemerintah; 85332 untuk pendidikan tinggi keagamaan swasta; dan 85340 untuk pendidikan pesantren tinggi.

Posisi pendidikan tinggi sebagai suatu bentuk lapangan usaha di Indonesia memberikan kesempatan bagi pekerja kampus untuk memperjuangkan upah minimum sektoral. Jika ditinjau ketentuan Permenaker No. 16/2024, terdapat beberapa prasyarat yang perlu diperhatikan selain hal-hal yang terkait KBLI. Pertama, sektor pendidikan tinggi berdasarkan KBLI harus dapat dibuktikan memiliki: (1) karakteristik dan resiko kerja yang berbeda dari sektor lainnya; (2) tuntutan pekerjaan yang lebih berat atau spesialisasi yang diperlukan (Permenaker No. 16/2024, Pasal 7Ayat (3)). Kedua, terdapat proses politik yang harus ditempuh yaitu mendapatkan rekomendasi dewan pengupahan provinsi untuk UMSP, dan dewan pengupahan kabupaten/kota untuk UMSK.

Namun, apakah untuk tahun berikutnya (2026 dan seterusnya) Kementerian Ketenagakerjaan akan terus menetapkan Peraturan Menteri setiap tahunnya untuk mengatur penetapan upah minimum sektoral untuk jangka waktu satu tahun yang akan datang? Urgensi kegiatan Diskusi Kelompok Terarah ini lahir dari kebutuhan mendesak untuk menjawab berbagai permasalahan di atas melalui kajian mendalam dan lintas disiplin. Pemerintah memang telah menggunakan formula berbasis inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam penentuan upah minimum, tetapi hasilnya masih dipandang belum memenuhi ekspektasi kesejahteraan pekerja, terutama pasca ditetapkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang meneguhkan keberadaan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) maupun UMSP. Keputusan ini harus menjadi pijakan utama dalam setiap kebijakan ketenagakerjaan. UMSK merupakan bentuk konkret pengakuan atas keadilan upah berdasarkan karakteristik sektor industri.

*** SELESAI ***

 

icon

Hubungi Kami

Mari Berdiskusi dan Sampaikan Kritik Maupun Saran

Hubungi Kami Sekarang
Image