Serikat Pekerja Kampus: Mengapa Menahan Hak Pekerja?
SIARAN PERS
Serikat Pekerja Kampus (SPK) mempertanyakan sikap Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro yang tidak kunjung membayarkan tunjangan kinerja (tukin) dosen berstatus aparatur sipil negara.
"Cairnya tukin itu bukan pilihan tapi kewajiban bagi Kemendiktisaintek," ujar Ketua Serikat Pekerja Kampus, Dhia Al Uyun dalam keterangannya pada Sabtu, (4/1/2025).
Dhia Al Uyun menambahkan, kewajiban itu utang yang akan terus ditagih. "Janganlah menjadi contoh perilaku memakan keringat dosen, apalagi di lingkungan Kemendiktisaintek sendiri," tambahnya.
"Kami sudah menemui Dirjen saat itu dan dijanjikan tukin akan dicairkan, begitu pun Komisi X DPR akan mengusahakan. Seharusnya konsistensi tindakan diperhitungkan oleh kementerian," imbuhnya.
Melihat informasi tentang tunjangan kinerja yang simpang siur, Serikat Pekerja Kampus menduga ada informasi yang terputus di lingkungan Kemendiktisaintek. Pernyataan Mendikti Saintek saat wawancara dengan media nasional dan beredar di media sosial menunjukkan komunikasi yang kurang baik dengan menteri sebelumnya.
Serikat Pekerja Kampus yang hingga saat ini menghimpun 1.132 dosen dan tenaga kependidikan seluruh Indonesia menyampaikan pernyataan sebagai berikut:
1. Konsistenlah untuk bayarkan tunjangan kinerja dosen per 1 Januari 2025.
2. Berikan upah layak dosen take home pay minimal Rp 10 juta per bulan tanpa melihat status dosen. Standar gaji layak dosen minimum 3x dan tenaga pendidik 2x upah minimum regional di suatu daerah.
3. Berikan sanksi pembekuan/penutupan pada kampus (terutama swasta) yang tidak beri upah layak.