Serikat Pekerja Kampus adalah Serikat pekerja yang mewadahi pekerja di bidang/sektor pendidikan tinggi

IKUTI KAMI:

Alamat SPK

Mari bergabung, atau tetap terhubung dengan kami untuk memperjuangkan nasib pekerja kampus.

shape
shape

Meninjau Kebijakan Kesejahteraan Dosen dalam Permendikbudristek No. 44 Tahun 2024

  • Beranda
  • Meninjau Kebijakan Kesejahteraan Dosen dalam Permendikbudristek No. 44 Tahun 2024
Post Image

Meninjau Kebijakan Kesejahteraan Dosen dalam Permendikbudristek No. 44 Tahun 2024

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, di penghujung masa jabatannya, menerbitkan Peraturan Menteri No. 44 Tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen. Ditetapkan pada 10 September 2024, kebijakan ini menghadirkan sejumlah perubahan yang signifikan, terutama dalam hal kesejahteraan dosen di perguruan tinggi.

Aturan baru ini menetapkan bahwa gaji dosen tidak boleh berada di bawah Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), memberikan kepastian bahwa penghasilan mereka harus di atas standar minimum yang ditetapkan secara regional. Pasal ini dianggap sebagai angin segar bagi dosen, terutama di Perguruan Tinggi Swasta (PTS), yang selama ini sering dihadapkan pada ketidakpastian penggajian.

Selain mengatur gaji pokok, Permendikbudristek ini juga memperkenalkan sejumlah tunjangan yang melekat pada penghasilan dosen, termasuk tunjangan fungsional, profesi, dan kehormatan. Penerbitan Permendikbudristek No. 44 Tahun 2024 mengenai Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen memberikan nafas baru bagi dunia pendidikan tinggi, terutama dalam aspek kesejahteraan dosen. Bab IV dalam peraturan ini secara eksplisit mengatur tentang penghasilan dosen, yang mencakup gaji pokok, tunjangan, serta penghasilan lain. Menjadi bagian yang sangat penting, aturan ini bertujuan memberikan kepastian hukum serta standar yang layak terkait pendapatan dosen di seluruh perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.

Telaah Penghasilan Dosen: Gaji Pokok dan Tunjangan

Pada Pasal 49 ayat (2) Permendikbudristek ini, disebutkan bahwa penghasilan dosen terdiri dari dua komponen utama: gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain, seperti tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan. Dalam Pasal 51 ayat (2), aturan ini menegaskan bahwa besaran gaji pokok dosen harus di atas kebutuhan hidup minimum. Ini sejalan dengan konsep yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang mengatur tentang upah layak bagi pekerja, sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003.

Pasal 88 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja, termasuk upah minimum yang berdasarkan kebutuhan hidup layak serta memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini senada dengan Permendikbudristek No. 44, yang mensyaratkan bahwa dosen di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, wajib menerima gaji di atas kebutuhan minimum sesuai dengan ketentuan ketenagakerjaan.

Permendikbudristek No. 44 Tahun 2024 menetapkan gaji pokok dosen harus di atas kebutuhan hidup minimum, didukung undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan yang mengamanatkan kualifikasi dosen harus diberikan penghargaan lebih dari upah minimum. Hal ini menjamin kesejahteraan dosen dengan standar pengupahan layak. Memastikan dosen di seluruh perguruan tinggi menerima penghasilan yang pantas untuk meningkatkan kualitas hidup dan profesionalisme mereka.

Selain gaji pokok, Pasal 53 Permendikbudristek No. 44 Tahun 2024 juga mengatur tentang berbagai tunjangan yang melekat pada penghasilan dosen, termasuk tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, serta tunjangan kehormatan bagi profesor. Tunjangan profesi diberikan kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik, sementara tunjangan fungsional diberikan sesuai jabatan akademik dosen. Tunjangan khusus diperuntukkan bagi dosen yang mengajar di daerah terpencil atau tertinggal, sebagai bentuk kompensasi tambahan atas kondisi geografis dan tantangan sosial yang mereka hadapi. Tunjangan kehormatan, di sisi lain, merupakan bentuk penghargaan bagi dosen dengan jabatan akademik profesor, yang besarnya setara dengan dua kali gaji pokok.

Implikasi dari aturan ini adalah pentingnya pengelolaan yang baik oleh perguruan tinggi untuk memastikan bahwa setiap dosen, terutama yang telah mencapai jenjang akademik tinggi, mendapatkan hak-hak finansial mereka sesuai dengan ketentuan. Namun, terdapat tantangan dalam implementasi kebijakan ini, terutama bagi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang memiliki keterbatasan anggaran. Oleh karena itu, pemerintah perlu memikirkan mekanisme subsidi atau dukungan tambahan untuk menjamin bahwa kebijakan ini bisa diterapkan merata di seluruh Indonesia tanpa membebani institusi-institusi yang lebih kecil atau yang berada di wilayah dengan ekonomi yang lemah.

Di sisi lain, pemberian tunjangan yang terkait dengan kualifikasi dan pengalaman diharapkan dapat menjadi insentif bagi dosen untuk terus meningkatkan kompetensi akademiknya. Dengan adanya skema penggajian dan tunjangan yang terstruktur dengan baik, regulasi ini juga diharapkan mampu mendorong peningkatan kualitas pendidikan di perguruan tinggi, serta memberikan daya tarik lebih bagi individu-individu berkualitas tinggi untuk berkarier di dunia akademik​

Implikasi dari aturan ini adalah pentingnya pengelolaan yang baik oleh perguruan tinggi untuk memastikan bahwa setiap dosen, terutama yang telah mencapai jenjang akademik tinggi, mendapatkan hak-hak finansial mereka sesuai dengan ketentuan. 

Gaji Dosen Harus Di Atas Upah Minimum

Dalam dunia pendidikan tinggi yang semakin kompetitif dan dinamis, kesejahteraan dosen menjadi perhatian yang semakin mendesak. Salah satu aspek paling kritis dari Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 adalah penekanan bahwa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dilarang membayar dosen dengan gaji yang lebih rendah dari Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Pasal 51 ayat (2) dari peraturan ini menegaskan pentingnya penerapan standar upah minimum, menempatkan dosen dalam kerangka perlindungan hukum yang sama dengan pekerja sektor lain, namun dengan pertimbangan khusus yang menyertai status mereka sebagai tenaga profesional.

Langkah ini dapat disebut sebagai terobosan besar dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Sebelum terbitnya peraturan ini, tidak ada ketentuan yang secara eksplisit mengatur standar pengupahan untuk dosen, terutama di PTS yang sering kali menghadapi tantangan finansial dalam hal penggajian. Kondisi ini membuat standar gaji dosen bervariasi secara signifikan, dengan beberapa dosen menerima upah yang jauh di bawah tingkat yang layak, meski mereka memegang peran penting dalam membentuk generasi penerus bangsa. Dengan adanya regulasi ini, PTN dan PTS di seluruh negeri diharapkan memiliki kewajiban yang lebih jelas dan tegas dalam menetapkan standar pengupahan dosen. Mereka tidak lagi bisa berspekulasi atau mengabaikan kebutuhan hidup dosen dengan dalih keterbatasan anggaran operasional.

Keterkaitan antara gaji dosen dan UMK mencerminkan kebutuhan untuk menyeimbangkan penggajian dosen dengan kondisi ekonomi daerah di mana mereka bekerja. UMK sendiri dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak di daerah tersebut, yang memperhitungkan biaya kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan. Dengan demikian, aturan ini tidak hanya memastikan bahwa dosen menerima gaji yang sesuai dengan standar lokal, tetapi juga bahwa penghasilan mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka di wilayah tempat mereka mengajar.

Namun, penerapan UMK sebagai standar minimum bukanlah akhir dari solusi, melainkan pijakan awal. Dalam konteks pengembangan karier akademik, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara seorang dosen pemula dengan dosen yang telah berpengalaman atau memiliki kualifikasi akademik tinggi, seperti gelar magister atau doktor. Di sinilah ketentuan dalam Pasal 24 dari Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan memainkan peran penting. Pasal ini memberikan landasan tambahan yang mengatur bahwa pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun, namun memiliki kualifikasi tertentu, berhak menerima upah yang lebih besar dari upah minimum. Ini tidak hanya relevan bagi sektor industri, tetapi juga sangat tepat untuk diterapkan dalam dunia pendidikan tinggi.

Aturan ini memiliki dampak besar dalam konteks pengupahan dosen. Sebagai contoh, seorang dosen yang baru lulus dari program doktoral dan memulai kariernya di perguruan tinggi tentu memiliki kompetensi dan kualifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosen pemula yang hanya memiliki gelar sarjana. Karena itu, wajar jika dosen dengan kualifikasi doktoral atau magister terapan menerima gaji di atas UMK meskipun masa kerjanya belum lama. Pendidikan, kompetensi, dan pengalaman kerja menjadi indikator penting dalam menentukan gaji yang layak, dan ini diatur dengan jelas dalam peraturan tersebut. Artinya, dosen dengan kualifikasi yang lebih tinggi harus menerima kompensasi yang sepadan dengan keahlian dan tanggung jawab mereka, memastikan bahwa mereka merasa dihargai dan termotivasi untuk terus berkontribusi dalam pengajaran, penelitian, serta pengabdian masyarakat.

Di sinilah ketentuan dalam Pasal 24 dari Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan memainkan peran penting. Pasal ini memberikan landasan tambahan yang mengatur bahwa pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun, namun memiliki kualifikasi tertentu, berhak menerima upah yang lebih besar dari upah minimum. 

Selain kualifikasi akademik, pengalaman kerja juga memainkan peran penting dalam struktur penggajian dosen. Seorang dosen yang telah mengajar selama bertahun-tahun dan memiliki rekam jejak prestasi dalam pengajaran, penelitian, atau publikasi akademik, patut menerima kompensasi yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang baru memulai karier akademik. Oleh karena itu, Pasal 24 dari PP No. 51 Tahun 2023 menggarisbawahi pentingnya memberikan kompensasi yang sesuai untuk dosen berpengalaman, meskipun masa kerjanya belum mencapai satu tahun. Hal ini bertujuan untuk menarik talenta akademik berkualitas tinggi ke dalam dunia pendidikan tinggi dan memberikan insentif bagi mereka yang memiliki kompetensi di atas rata-rata.

Selain sebagai bentuk penghargaan atas kualifikasi dan pengalaman, penerapan upah di atas UMK untuk dosen juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Gaji yang layak memungkinkan dosen untuk fokus pada pengembangan akademik dan profesional mereka tanpa harus khawatir tentang memenuhi kebutuhan hidup dasar. Ini juga akan mendorong dosen untuk terus meningkatkan kompetensi melalui pendidikan lanjut atau pelatihan profesional, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan di perguruan tinggi.

Dengan demikian, aturan yang mewajibkan gaji dosen di atas upah minimum ini tidak hanya memberikan jaminan finansial, tetapi juga menempatkan profesi dosen pada tingkat yang lebih terhormat dan profesional. Di masa lalu, ketidakpastian mengenai standar gaji sering kali menimbulkan ketidakpuasan di kalangan dosen, terutama di perguruan tinggi swasta yang memiliki sumber daya finansial terbatas. Namun, dengan adanya regulasi yang jelas ini, baik PTN maupun PTS kini memiliki panduan yang dapat mereka ikuti untuk memastikan bahwa kesejahteraan dosen dijamin, sesuai dengan standar hidup layak yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Standar Hidup Layak: Meningkatkan Tunjangan dan Penghasilan Lain

Selain gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji juga diatur secara rinci dalam Permendikbudristek No. 44. Pasal 53 menguraikan bahwa dosen berhak atas tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, dan maslahat tambahan. Tunjangan-tunjangan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi atas kinerja dosen, dengan kriteria tertentu seperti kualifikasi akademik dan jabatan akademik yang dimiliki.

Menariknya, tunjangan khusus diberikan bagi dosen yang bertugas di daerah khusus, seperti daerah terpencil atau terbelakang. Kebijakan ini mengakomodasi kebutuhan untuk menjaga agar kesejahteraan dosen yang mengajar di daerah-daerah ini tetap terjamin, sehingga dapat memberikan motivasi tambahan bagi dosen yang bersedia mengabdi di wilayah-wilayah tersebut.

Pengaturan mengenai penghasilan dosen juga menyoroti pentingnya mempertimbangkan tunjangan kehormatan, khususnya bagi dosen dengan jabatan akademik profesor. Besaran tunjangan kehormatan ini setara dengan dua kali gaji pokok, sesuai dengan peraturan yang berlaku bagi pegawai negeri sipil. Ini bertujuan untuk memberikan insentif yang memadai bagi dosen yang telah mencapai jenjang tertinggi dalam karier akademik mereka.

Hubungan dengan UU Ketenagakerjaan

Ketentuan mengenai upah dosen yang diatur dalam Permendikbudristek No. 44 Tahun 2024 memiliki korelasi langsung dengan beberapa pasal penting dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satunya adalah Pasal 1 ayat (30) yang mendefinisikan upah sebagai hak pekerja yang diterima dalam bentuk uang sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan. Ini selaras dengan aturan bahwa dosen, sebagai tenaga profesional yang memberikan jasa pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, berhak mendapatkan kompensasi finansial yang layak.

Pasal 89 UU Ketenagakerjaan juga menggarisbawahi pentingnya pengupahan berdasarkan wilayah, yang diatur melalui upah minimum provinsi atau kabupaten/kota. Hal ini relevan dengan Pasal 51 ayat (2) Permendikbudristek yang mengharuskan gaji dosen di atas kebutuhan hidup minimum, yang dalam praktiknya bisa berarti dosen di daerah dengan UMK yang lebih tinggi harus mendapatkan kompensasi yang sebanding.

Kebijakan pengupahan dalam UU Ketenagakerjaan juga meliputi upah kerja lembur, upah untuk waktu istirahat, serta ketentuan mengenai denda dan potongan upah. Meski aspek-aspek ini belum secara eksplisit dibahas dalam Permendikbudristek, penerapan ketentuan ketenagakerjaan ini tetap relevan bagi dosen yang bekerja dalam lingkup pendidikan tinggi.

Kualifikasi Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pengupahan

Permendikbudristek No. 44 juga mempertimbangkan kualifikasi pendidikan sebagai faktor penentu penghasilan. Dosen dengan kualifikasi magister atau doktor memiliki jenjang penghasilan yang berbeda sesuai dengan jabatan akademik mereka. Ini sejalan dengan Pasal 24 ayat (1a) PP No. 51 Tahun 2023, yang menyatakan bahwa pekerja dengan kualifikasi tertentu, seperti pendidikan atau kompetensi khusus, berhak atas upah yang lebih besar dari upah minimum.

Dengan demikian, aturan baru ini memberikan fondasi yang kuat bagi perguruan tinggi untuk memberikan kompensasi finansial yang lebih adil dan layak bagi dosen. Hal ini tidak hanya mencakup gaji pokok, tetapi juga tunjangan dan insentif lainnya yang memperhitungkan faktor-faktor seperti pendidikan, pengalaman, dan lokasi tempat mengajar.

Permendikbudristek No. 44 Tahun 2024 merupakan kebijakan penting yang mesti kita telaah dan kawal dalam menjamin kesejahteraan dosen di Indonesia. Dengan memperkuat landasan hukum mengenai gaji dan tunjangan, serta menjadikan standar hidup layak sebagai acuan utama, aturan ini harapannya mampu meningkatkan kualitas kehidupan dosen dan pada akhirnya, kualitas pendidikan di Indonesia.

icon

Hubungi Kami

Mari Berdiskusi dan Sampaikan Kritik Maupun Saran

Hubungi Kami Sekarang
Image