Refleksi Akhir Tahun Serikat Pekerja Kampus dan Peluncuran Kertas Kerja SPK Jawa Tengah
Serikat Pekerja Kampus menggelar "Refleksi Akhir Tahun dan Peluncuran Kertas Kerja SPK Jawa Tengah" pada Sabtu, (28/12/2024) secara daring. Acara yang dipandu Joko Susilo dan diikuti puluhan peserta ini mendapat 'serangan' berupa pesan dan video yang menyebabkan pemaparan di ruang daring terhenti.
Dalam kesempatan tersebut, Hariyadi dari Serikat Pekerja Kampus (SPK) Jawa Tengah memaparkan kertas kerja dalam mengadvokasi transformasi profesi dosen menjadi sebuah lex specialis atau status profesi yang memiliki aturan khusus.
"SPK Jawa Tengah merangkum berbagai tantangan yang dihadapi dosen yakni tata kelola, beban kerja, sistem kepegawaian, penggajian, fasilitas, dan budaya akademik," kata Hariyadi.
Dalam paparannya, disampaikan bagaimana posisi dosen di Indonesia sejak masa kolonial hingga era pasca kolonialisme, terus-menerus berada di bawah tekanan sentralisasi dan neoliberalisasi. Pendidikan tinggi di Indonesia seringkali dimanfaatkan untuk tujuan politik dan ekonomi tertentu, mulai dari era kolonial hingga masa modern di mana perguruan tinggi menjadi entitas bisnis.
Serikat Pekerja Kampus Jawa Tengah menyerukan perubahan radikal untuk menjadikan profesi dosen sebagai lex specialis, di mana mereka diperlakukan sebagai tenaga profesional dengan perlindungan hukum khusus. Pendekatan ini mengacu pada pembebasan perguruan tinggi dari cengkeraman neoliberalisme dan sentralisasi berlebihan.
"Specialis tidak berarti kelas tertentu yang lebih tinggi daripada kelas pekerja," ujar Hariyadi.
Langkah-langkah yang diusulkan Serikat Pekerja Kampus Jawa Tengah meliputi:
1. Reformasi tata kelola. Menghapus program PTN-BH yang menekankan pada logika kompetisi dan pemeringkatan universitas.
2. Perbaikan sistem kepegawaian. Meningkatkan otonomi perguruan tinggi dalam merekrut dosen dan memberikan kebebasan dalam menentukan karier akademik mereka.
3. Kesejahteraan finansial. Merancang struktur penggajian yang adil, termasuk peningkatan tunjangan kinerja dan profesionalisme.
4. Kebebasan akademik. Mengurangi beban administratif agar dosen dapat fokus pada Tri Dharma perguruan tinggi.
Pada kesempatan yang sama, Rizma Afian Azhiim sebagai penanggap menyoroti relevansi profesi lex specialis dosen dengan isu strategis dan agenda gerakan SPK Jateng.
"Bukankah selama ini, pengaturan yang bersifat khusus atau lex specialis bagi dosen justru menghambat pemenuhan hak dan kesejahteraan? Jika profesi dosen bersifat khusus dan terpisah dari pekerjaan atau profesi lainnya secara umum, bagaimana dosen, dengan posisinya yang ‘dispesialkan', mampu melaksanakan peran untuk membebaskan kelas tertindas dari hegemoni kelas penguasa," ungkapnya.
Rizma Afian Azhiim menyampaikan, pengusulan profesi yang 'dispesialkan' jelas tidak relevan dengan masalah-masalah serta agenda advokasi yang diusulkan SPK Jateng, seperti perlawanan terhadap kolonialisme, feodalisme, dan neoliberalisme pendidikan tinggi.
"Jalan revolusioner perlu diperluas menjadi jalan revolusioner pekerja kampus," ujarnya.
Nabila Risfa Izzati dari Departemen Bantuan Hukum Serikat Pekerja Kampus yang menjadi penanggap menyampaikan kertas kerja yang disampaikan relevan dengan kondisi aduan-aduan dari dosen dan pekerja kampus yang ditangani.
"Upah dan tunjangan yang tidak dibayarkan menjadi aduan terbanyak yang ditangani Departemen Bantuan Hukum. Aduan yang masuk terbanyak berasal dari perguruan tinggi swasta, kami melihat ada kerentanan dari dosen PTS," ujarnya.
Nabila Risfa menambahkan, merefleksi kondisi eksisting dan standing position, penempatan dosen dalam kerangka lex spesialis dan generalis juga berjalan seiringan.
"Advokasi kebijakan ke depan perlu mulai diarahkan untuk menuntut upah minimum sektoral per provinsi dan secara progresif mengadvokasi upah minimum sektor pendidikan," imbuh Nabila Risfa.
Dalam kesempatan yang sama, dosen dan tenaga kependidika anggota Serikat Pekerja Kampus dari Riau, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan secara bergantian menyampaikan catatan dan refleksi tentang pendidikan tinggi di lingkungannya.
Sebagai penutup, Ketua Serikat Pekerja Kampus, Dhia Al Uyun menyampaikan ada beberapa poin yang disoroti yaitu tata kelola, beban kerja dosen, sistem kepegawaian, sistem penggajian, fasilitas penunjang dan budaya di lingkungan pendidikan tinggi.
"Tenaga kependidikan mengalami posisi dikucilkan dalam tata kelola, PHK sepihak menjadi ancaman tak terelakkan di 2025," kata Dhia Al Uyun.
"Kedepan kita terus memperkuat serikat yang berjuang bersama dan menggalang kekuatan untuk menghasilkan perubahan kesejahteraan para pekerja kampus menjadi lebih baik," ujarnya.